Upaya Pencegahan Terorisme, Ken Setiawan: Radikalisme Tak Mengenal Latar Belakang Sosial, Pendidikan, dan Profesi

Daerah, Nasional803 Dilihat

JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia semakin menjadi perhatian. Kasus-kasus penangkapan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menunjukkan bahwa paham ekstremisme mampu menyusup ke berbagai kalangan masyarakat, termasuk yang berasal dari latar belakang keluarga yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan dan keadilan.

Salah satu kisah yang mencuat baru-baru ini adalah penangkapan seorang pria berinisial AF, yang diduga aktif menyebarkan propaganda radikal melalui media sosial dan terafiliasi dengan organisasi terlarang Jamaah Anshor Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan ISIS.

Detasemen Khusus 88 Antiteror berhasil mengamankan AF, pria berusia 32 tahun dari Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. AF diduga kuat sebagai simpatisan dan penyebar paham radikalisme, yang aktif menyebarkan propaganda ekstrem melalui berbagai platform digital.

Baca Juga: Bareskrim Polri Investigasi Laporan Ridwan Kamil Terkait Pencemaran Nama Baik

Kasus ini menjadi perhatian, karena menunjukkan bagaimana kelompok teror mampu merekrut dan mempengaruhi individu, bahkan dari lingkungan keluarga yang selama ini dianggap aman dan penuh kedisiplinan.

Menurut Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, paparan terhadap paham radikal tidak mengenal latar belakang sosial, pendidikan, maupun profesi.

Ia mencontohkan, Sofyan Tsauri, seorang anggota polisi selama 13 tahun, yang ayah dan kakaknya juga anggota Polri, pernah terpapar paham ekstrem dan akhirnya terlibat dalam aktivitas terorisme.

“Lingkungan keluarga dan profesi bukan jaminan seseorang dari pengaruh radikalisme,” ujar Ken saat dikonfirmasi via WhatsApp, Rabu (28/5/2025).

Peran Keluarga dan Pentingnya Wawasan Masyarakat

Dalam kasus AF, keluarga sempat mengalami kekerasan dan ancaman dari pria tersebut. Bahkan mereka pernah menendang dan menginjak-injak orang tua saat salat karena tidak mengikuti keinginan AF yang ingin bergabung dengan jaringan ISIS. Kejadian ini menunjukkan betapa berbahayanya pengaruh paham radikal yang mampu mengendalikan emosi dan tindakan individu.

Ken Setiawan menyebutkan, keluarga AF kemudian menghubungi NII Crisis Center melalui bantuan pejabat di Kesbangpol Purworejo agar dapat membantu mengatasi kondisi tersebut.

Setelah mendapatkan penanganan, sikap AF mulai berubah dan kembali berkomunikasi secara baik dengan keluarganya. Ia pun sempat mengikuti kegiatan di Sumatera bersama keluarganya, berharap bisa kembali normal dan jauh dari paham ekstrem.

Sayangnya, setelah beberapa tahun, paham radikal kembali menguasai pikiran AF. Ia akhirnya kembali terpapar ideologi ISIS dan terlibat dalam aktivitas yang berbahaya. Tidak lama kemudian, tim Densus 88 kembali mengamankan AF, menunjukkan betapa bahayanya paham ekstrem yang sulit dikendalikan.

Peran Masyarakat dan Upaya Pencegahan

Ken Setiawan mengingatkan pentingnya peran aktif masyarakat dalam mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme.

Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk waspada dan melaporkan jika menemukan indikasi kejahatan terorisme di lingkungan sekitar.

Menurutnya, virus radikalisme ini seperti pandemi yang bisa menyebar ke siapa saja, tanpa pandang usia, latar belakang pendidikan, maupun profesi.

Salah satu tantangan utama dalam pencegahan terorisme adalah minimnya sosialisasi bahaya radikalisme. Dengan adanya efisiensi dan perubahan teknologi, penyebaran paham ekstrem semakin mudah melalui media sosial dan platform digital lainnya. Banyak anak muda yang tidak sadar telah terpapar dan akhirnya terlibat dalam jaringan teror.

Pemerintah melalui aparat keamanan dan lembaga terkait terus berupaya melakukan penindakan terhadap kelompok teror dan melakukan sosialisasi bahaya radikalisme di masyarakat.

Peningkatan edukasi dan literasi digital menjadi salah satu kunci dalam mencegah rekrutan baru dari kelompok ekstremis. Selain itu, peran media dalam menyebarkan informasi positif dan memerangi disinformasi sangat vital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar