JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, menjelaskan pelantikan kepala daerah non-sengketa yang semula dijadwalkan pada 6 Februari 2025, mengalami penundaan.
Keputusan ini diambil setelah adanya putusan sela dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang berencana membacakan hasil dismissal untuk 310 sengketa terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 pada tanggal 4 dan 5 Februari 2025.
“Pelantikan kepala daerah yang non-sengketa, yang total berjumlah 296, akan disatukan dengan hasil putusan dismissal,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Tito juga menegaskan, keputusan ini merupakan respons terhadap perkembangan terbaru dari proses hukum yang berjalan di MK.
Baca Juga: Pesan Panglima TNI: Pentingnya Transparansi dalam Penerimaan Anggota TNI
Untuk efisiensi, pemerintah, melalui arahan Presiden Prabowo Subianto, memutuskan agar pelantikan kepala daerah terpilih dilakukan serempak setelah hasil dismissals diumumkan.
“Jika jarak waktu antara keduanya tidak terlalu jauh, lebih baik kita satukan saja,” kata dia, menegaskan pentingnya efisiensi dalam pelaksanaan pelantikan tersebut.
Namun demikian, Tito juga mengaku saat ini pihaknya masih belum bisa memastikan kapan kepala daerah yang dibatalkan pelantikannya tersebut akan diambil sumpahnya.
“Kita perlu mengkoordinasikan kembali dengan KPU, Bawaslu, dan MK untuk menetapkan tanggal pelantikan baru,” ujar Tito. Penetapan ini sangat bergantung pada hasil putusan dismissal yang harus diunggah oleh MK dan KPU.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, juga telah mengatur rapat yang akan melibatkan Mendagri, KPU, dan Bawaslu untuk membahas usulan perubahan tanggal pelantikan tersebut.
“Kami akan mengundang semua pihak terkait pada Senin, 3 Februari 2025,” kata dia.
Keputusan awal pada 22 Januari 2025 menyepakati pelantikan kepala daerah terpilih tanpa sengketa di MK untuk dilakukan secara serentak pada 6 Februari 2025.
Namun, dengan adanya perkembangan terbaru, pertemuan antara pihak-pihak terkait sangat penting untuk menjaga ketertiban administrasi dan etika dalam proses politik.
“Jika ada usulan perubahan, kita perlu memutuskannya secara bersama-sama untuk menjaga hubungan baik antara semua pihak,” ujarnya.
1 komentar