SEMARANG – Kasus kematian dr. Aulia Risma Lestari, seorang dokter asal Tegal yang juga mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), telah mengguncang dunia medis dan masyarakat luas.
Hasil investigasi Kepolisian menetapkan tiga tersangka terkait kematian dokter muda ini, namun situasi semakin kompleks dengan pernyataan kritis dari kuasa hukum keluarga almarhumah.
Misyah Achmad, kuasa hukum keluarga dr. Aulia, mengecam langkah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memutuskan untuk memberikan pendampingan hukum kepada para tersangka.
Menurutnya, tindakan ini sangat tidak patut, mengingat almarhumah adalah anggota IDI yang seharusnya mendapatkan perlindungan, bukan para tersangka.
Baca Juga: Menangkal Perdagangan Manusia: Upaya Pemerintah dalam Perlindungan Pekerja Migran
“Kami heran kenapa IDI memilih untuk melindungi mereka yang diduga terlibat dalam kematian klien kami,” ujar Misyah di Semarang, Kamis (26/12/2024).
Misyah juga menyoroti bagaimana seharusnya organisasi profesi menjaga integritas dan memberikan keadilan bagi anggota mereka yang menjadi korban.
“Alih-alih membantu klien kami, mereka justru memfasilitasi yang berpihak pada tersangka,” tandasnya.
Persepsi IDI Wilayah Jawa Tengah
Menanggapi kritik tersebut, Ketua IDI Wilayah Jawa Tengah, dr. Telogo Wismo Agung Durmanto, menyampaikan bahwa IDI Cabang Kota Tegal telah berbuat untuk mendukung keluarga almarhumah sejak awal kasus ini terungkap.
Ia mengatakan, mereka telah melakukan pertemuan dengan keluarga dan mendampingi mereka dalam proses hukum.
“Ini kasus yang rumit, melibatkan banyak pihak. Kami tidak mungkir dari tanggung jawab kami sebagai organisasi,” jelasnya.
Namun, meski IDI mengklaim memberikan dukungan kepada keluarga Aulia, kesan skeptis tetap muncul, terutama dari kuasa hukum dan masyarakat.
Hal ini menciptakan ketidakpuasan di kalangan publik yang tengah menanti keadilan untuk almarhumah.
Prospek Hukum untuk Tersangka
Hasil penyelidikan Polda Jateng menunjukkan bahwa ketiga tersangka, Kepala Program Studi Anestesiologi FK Undip dr. Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anestesiologi Undip Sri Maryani, dan dokter residen Zara Yupita Azra, terancam hukuman sembilan tahun penjara.
Namun, belum ada penahanan karena mereka dinilai kooperatif. Menurut Kabidhumas Polda Jateng, Kombespol Artanto, penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara internal dan berdasarkan keterangan 36 saksi.
Keluarga Aulia juga melaporkan dugaan pemerasan dan intimidasi yang dialami almarhumah di lingkungan PPDS kepada Polda Jateng pada 4 September 2024, setelah Aulia ditemukan meninggal di kamar kosnya pada 12 Agustus 2024.
Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pelayanan Kesehatan, Azhar Jaya, menyatakan bahwa mereka menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak kepolisian.
“Karena ini sudah menjadi urusan hukum, kami serahkan kepada kepolisian untuk menangani,” katanya.