Konflik Lahan BTIIG di Morowali, Waket II DPRD Sulteng: Masyarakat Harus Sejahtera di Tanahnya Sendiri

Daerah840 Dilihat

PALU – Konflik antara masyarakat dan perusahaan pengolahan nikel Baoshou Taman Industry Investment Group (BTIIG) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, semakin memanas. Pada Sabtu, 8 Februari 2025, warga di Desa Tondo, Kecamatan Bungku Barat, menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut hak mereka terkait sengketa lahan dan kesejahteraan yang terancam akibat aktivitas pertambangan.

Wakil Ketua II DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng), Syarifudin Hafid, menegaskan pentingnya transparansi perusahaan dalam operasionalnya.

“Perusahaan yang beroperasi di Morowali harus memberikan dampak positif bagi masyarakat, bukan sebaliknya,” ujarnya di Palu, Rabu (12/2/2025).

Ia menekankan, jika perusahaan tidak dapat membawa manfaat, lebih baik menghentikan operasinya.

Sejak mulai beroperasi pada akhir 2021, PT BTIIG telah banyak menghadapi masalah hukum. Salah satu yang paling mencolok adalah penyegelan terminal khusus oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena perusahaan tidak memiliki izin reklamasi yang sah. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai kepatuhan perusahaan terhadap regulasi yang ada.

Baca Juga: Imbas Pemangkasan Anggaran LPSK bagi Korban Terorisme

Kelompok masyarakat sipil juga menduga, PT BTIIG belum mengantongi berbagai izin penting, seperti Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) dan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Kita tidak bisa membiarkan ruang, ekonomi, dan lingkungan masyarakat dirampas secara paksa,” kata dia.

Bukan hanya masalah izin, warga Desa Topogaro juga mengalami intimidasi hukum. Lima orang telah dipanggil oleh kepolisian dan kini digugat secara perdata oleh perusahaan dengan tuntutan yang mencengangkan, sebesar Rp14 miliar. Gugatan ini muncul setelah aksi protes yang dilakukan warga, yang dianggap sebagai pencemaran nama baik perusahaan.

“Sikap perusahaan yang seperti ini jelas bertentangan dengan harapan kita semua. Hadirnya perusahaan seharusnya memperbaiki kesejahteraan, bukan malah membuat masyarakat tertekan,” kata Syarifudin.

Sebagai langkah selanjutnya, DPRD Sulteng berencana memanggil perwakilan PT BTIIG untuk menjelaskan situasi yang terjadi di lapangan.

“Kami tidak akan membiarkan praktik meresahkan terus berlanjut. Intimidasi terhadap warga harus dihentikan, dan masyarakat harus sejahtera di tanahnya sendiri,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar