Melukis Kenangan: 20 Tahun Tsunami Aceh dan Pelajaran yang Tak Terlupakan

Daerah, Ragam727 Dilihat

BANDA ACEH – Pagi yang tampak biasa di Banda Aceh, Minggu 26 Desember 2004, tiba-tiba berubah menjadi malam kelam bagi Zulfahmi Ikhsan dan masyarakat Aceh.

Saat itu, Ikhsan, seorang anak berusia 13 tahun, sedang berlatih bola kaki di Lapangan Blang Padang dengan jersey Barcelona yang dikenakannya. Tiba-tiba, gempa berkekuatan 9,3 magnitudo mengguncang tanah, membawa ketakutan yang mendalam.

Setelah gempa reda, pelatih meminta semua pemain untuk kembali ke rumah. Setiba di rumah, Ikhsan mendapati kerumunan orang yang panik melihat bangunan yang roboh, termasuk ibunya.

Dalam beberapa menit, teriakan bahwa air laut naik mulai menggema di tengah kerumunan. Awalnya, Ikhsan tidak percaya, berpikir mustahil air laut dapat menjangkau kota.

Namun, suara gemuruh dan jeritan semakin mendekat, memaksa Ikhsan berlari menuju reruntuhan toko di Jalan Muhammad Jam.

Air tsunami yang tiba-tiba datang memporak-porandakan segalanya. Di tengah kepanikan, Ikhsan terhempas ke dalam gulungan air bercampur puing-puing.

Baca Juga: Kasus Kematian Aulia Risma, Mengguncang Dunia Medis

Dalam kondisi yang sangat berbahaya, dia merasa putus asa. Namun, sebuah keajaiban terjadi ketika seorang pria yang juga terluka datang menyelamatkannya.

“Dia membawa saya ke Masjid Raya Baiturrahman,” kenang Ikhsan dengan haru. Masjid tersebut menjadi tempat perlindungan di tengah bencana yang menghancurkan.

Di dalam masjid, meskipun dalam kondisi bingung dan ketakutan, Ikhsan bertemu dengan teman ayahnya, yang memberitahunya bahwa ayahnya juga selamat.

Setelah berjam-jam menunggu, Ikhsan akhirnya menemukan ayahnya di dalam kerumunan. Namun, bencana ini merenggut ibunya, yang jasadnya hingga kini belum ditemukan.

Masjid Raya Baiturrahman menjadi saksi bisu bahwa air tsunami tidak mampu menyentuhnya. “Ini adalah bukti kuasa Tuhan,” ujar Ikhsan. Sejak saat itu, meskipun fisiknya pulih, cicatrizes emosional dari pengalaman tersebut tetap membekas.

Kini, 20 tahun pasca bencana, Ikhsan telah bertransformasi. Dia berprofesi sebagai fotografer pernikahan dan telah membangun keluarga kecil.

Dalam peringatan tahun ini, Ikhsan menyampaikan pesan penting. “Kita harus belajar dari tragedi ini dan lebih siap menghadapi bencana. Aceh adalah daerah rawan bencana, dan kesiapsiagaan mutlak diperlukan,” ujarnya di Banda Aceh, Kamis (26/12/2024).

Momen peringatan 20 tahun tsunami Aceh pada 26 Desember 2024 ini diadakan di Masjid Raya Baiturrahman, dengan tema “Aceh Thanks The World” dan subtema “Beranjak dari Masa Lalu, Menuju Masa Depan Aceh Bersyariat”.

Acara tersebut menyatukan berbagai pihak untuk mengenang dan menghargai bantuan global yang diterima saat itu, serta mengingat pelajaran berharga untuk menghadapi masa depan.

Ikhsan berharap, generasi mendatang lebih sigap dalam mitigasi bencana. “Mari kita bekali diri dengan pengetahuan yang cukup,” tutupnya penuh harapan.

Kenangan pahit dari tsunami Aceh telah mengajarkan banyak hal, dan semua bisa berkontribusi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan aman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar