JEMBER – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej), Prof. Arief Amrullah, mengungkapkan pandangannya mengenai pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi yang tidak seharusnya menghapuskan tuntutan pidana.
Pernyataan ini mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana bagi pelaku korupsi.
Prof. Arief mengatakan, dalam konteks hukum, tindakan korupsi seharusnya dipandang sebagai suatu kejahatan yang tidak boleh dimaafkan hanya karena pelaku mengembalikan uang hasil kejahatan.
“Harusnya itu crime doesn’t pay. Jangan sampai mereka merasa diuntungkan dengan melakukan kejahatan,” ujarnya pada keterangan tertulisnya, Senin (30/12/2024).
Baca Juga: Kesopanan Terdakwa di Pengadilan: Apakah Bisa Meringankan Hukuman?
Ia menegaskan, memberi pengampunan kepada koruptor dengan alasan pengembalian uang justru akan melemahkan upaya penegakan hukum di Indonesia.
“Jika penghapusan tuntutan pidana terjadi, maka masyarakat tidak akan merasa takut untuk melakukan korupsi di masa depan,” katanya.
Pernyataan Prof. Arief mengemuka setelah Presiden RI Prabowo Subianto di Kairo, Mesir, pada 18 Desember 2024, menyatakan koruptor bisa mendapatkan kesempatan untuk bertobat jika mereka mengembalikan hasil korupsi.
Saran tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya pengampunan bagi pelaku korupsi, yang membuat banyak kalangan khawatir akan dampaknya terhadap integritas hukum di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan pernyataan Presiden terkait amnesti dan abolisi bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi koruptor. Namun, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan hal ini bukan berarti membebaskan pelaku korupsi dari hukuman.
Prof. Arief mengingatkan jika pemerintah mengambil langkah penghapusan tuntutan pidana bagi koruptor yang mengembalikan uang, maka akan ada dampak signifikan terhadap kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintah.
“Sudah selayaknya pejabat pemerintah berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat,” kata dia.
Pernyataan Presiden Prabowo pada 28 Desember, saat Puncak Perayaan Natal Nasional 2024, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memaafkan koruptor dan tetap meminta mereka untuk mengembalikan hasil korupsi. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk mempertegas posisi pemerintah dalam pemberantasan korupsi meskipun ada wacana yang sebelumnya menimbulkan kontroversi.