Peran Kunci Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja di Kawasan ASEAN

YOGYAKARTA – Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja yang kembali memanas sejak Juli 2023, menimbulkan keprihatinan global dan menunjukkan tantangan besar bagi ASEAN dalam menjaga stabilitas kawasan.

Konflik ini tidak hanya menyangkut sengketa wilayah, tetapi juga berimplikasi terhadap keamanan, politik, dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara.

Dalam situasi kritis ini, posisi Indonesia sebagai kekuatan utama di ASEAN memegang peranan penting sebagai mediator dan penengah.

Menurut Zain Maulana, pakar studi ASEAN dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), di Yogyakarta, Senin (28/7/2025), Indonesia memiliki potensi terbesar untuk mendorong penyelesaian damai atas konflik ini.

Posisi geografis, kekuatan diplomatik, serta pengalaman historis dalam menyelesaikan sengketa wilayah menjadi modal utama Indonesia dalam memperkuat peran mediasi di ASEAN.

Baca Juga: Forum Komunikasi Keluarga Besar Pesisir Kepulauan Morowali: Solusi Aspirasi Buruh dan Masyarakat Industri untuk Masa Depan Berkeadilan

Sejarah panjang hubungan Indonesia dengan ASEAN menunjukkan bahwa negara ini selalu berkomitmen menjaga stabilitas kawasan.

Indonesia pernah berhasil menyelesaikan sengketa wilayah melalui jalur hukum internasional, seperti kasus Sipadan-Ligitan dan Ambalat, yang membuktikan bahwa penyelesaian damai melalui diplomasi dan hukum internasional adalah pendekatan yang efektif.

Tantangan Mekanisme ASEAN dalam Menengahi Konflik Internal

Konflik antara Thailand dan Kamboja menunjukkan bahwa ASEAN masih menghadapi kendala besar dalam menjalankan peran mediasi yang efektif.

Prinsip non-intervensi dan penghormatan terhadap kedaulatan negara anggota seringkali menjadi hambatan utama.

Banyak pengamat internasional, termasuk Foreign Policy dan The Straits Times, mengkritik bahwa ASEAN cenderung menunggu negara yang bersengketa meminta bantuan sebelum bertindak, sehingga menimbulkan rasa frustrasi dan ketidakpastian.

Zain Maulana menilai, bahwa selama ini ASEAN terlalu pasif dalam menyikapi konflik internal. Organisasi ini membutuhkan reformasi struktural dan peningkatan kapasitas agar lebih proaktif dalam mencegah eskalasi konflik, terutama yang berpotensi melibatkan kekerasan militer seperti saat ini.

Dalam konteks ini, Indonesia sebagai anggota terbesar dan salah satu kekuatan ekonomi utama ASEAN memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk mendorong organisasi ini agar lebih responsif dan efektif.

Indonesia tidak hanya mampu, tetapi juga memiliki pengalaman dan kredibilitas untuk memfasilitasi dialog perdamaian.

Selain itu, peran militer dan diplomasi Presiden Prabowo Subianto, yang memiliki latar belakang militer dan pertahanan yang kuat, dianggap sangat relevan.

Pola diplomasi yang menggabungkan pendekatan keras dan lunak menjadi strategi yang memungkinkan Indonesia untuk memperkuat positioningnya sebagai mediator yang kredibel.

Dalam wawancara di berbagai media internasional, Prabowo menyatakan kesiapan Indonesia untuk berperan aktif dalam menjaga stabilitas kawasan.

Zain Maulana menegaskan, diplomasi harus didukung oleh kekuatan dan ketegasan dalam menegakkan perdamaian dan keadilan.

Perbandingan Pengalaman Internasional dan Pelajaran dari Kasus Lain

Pengalaman internasional menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa wilayah secara damai dapat dicapai melalui mekanisme hukum internasional, seperti Mahkamah Internasional (ICJ).

Contohnya, penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang berhasil melalui jalur hukum di ICJ, memberikan pelajaran berharga bahwa diplomasi dan hukum adalah kunci utama.

Selain itu, konflik di kawasan lain seperti konflik perbatasan India dan China maupun sengketa di Laut China Selatan menunjukkan bahwa organisasi regional dan kekuatan nasional harus mampu mengambil langkah preventif dan mediasi secara cepat dan efektif.

ASEAN saat ini dihadapkan pada dilema besar: mempertahankan prinsip non-intervensi atau mengambil langkah lebih aktif dalam menyelesaikan konflik internal.

Banyak pengamat menilai bahwa ketidakmampuan ASEAN untuk menegakkan prinsip ini menyebabkan konflik berlarut-larut dan berpotensi meluas.

Namun, peluang besar juga terbuka jika ASEAN mampu melakukan reformasi kelembagaan dan memperkuat kapasitas mediatorynya.

Indonesia, sebagai kekuatan utama di kawasan, harus memanfaatkan posisi ini secara optimal. Melalui diplomasi cerdas dan kerjasama regional yang lebih strategis, Indonesia dapat menjadi kekuatan pendorong perdamaian di Asia Tenggara.

Dalam menghadapi konflik Thailand-Kamboja, Indonesia memiliki posisi strategis yang tidak dapat diabaikan.

Dengan pengalaman diplomasi yang matang dan kekuatan militer yang terintegrasi, Indonesia mampu menjadi mediator utama yang membawa konflik ini ke jalur damai.

Organisasi ASEAN harus memperkuat mekanisme mediasi dan reformasi struktural agar mampu menghadapi tantangan zaman.

Sebagai kekuatan besar di kawasan, Indonesia harus terus memperkuat peran ini, tidak hanya demi kepentingan nasional, tetapi juga demi stabilitas dan perdamaian regional.

Jika Indonesia mampu mengambil peran aktif dan konstruktif, maka konflik ini bisa diselesaikan secara damai dan berkelanjutan, membuktikan bahwa ASEAN masih relevan sebagai organisasi kawasan yang mampu menjaga perdamaian di tengah tantangan global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar