JAKARTA – Insiden rasisme yang terjadi dalam El Clásico antara Real Madrid dan FC Barcelona telah mengungkapkan masalah serius yang terus mengganggu sepak bola Spanyol.
Setelah kemenangan Barcelona dengan skor 3-0, Lamine Yamal, pemain muda yang baru saja meraih gelar juara Euro 2024 bersama timnas Spanyol, menjadi sasaran serangan xenofobik dari sejumlah oknum suporter di Stadion Santiago Bernabéu.
Ungkapan kebencian, seperti “Vete a vender pañuelos a un semáforo (jual tisu di lampu lalu lintas)” dan “mena de mierda (bijih sialan),” terdengar jelas dalam video yang beredar di media sosial.
Puncak serangan verbal ini terjadi setelah Yamal merayakan golnya di sudut lapangan, meski kehadiran wasit asisten tidak mampu mencegah insiden tersebut.
Baca Juga: BNPT Perkuat Kesiapsiagaan Nasional: Kolaborasi TNI-Polri di Lampung
Ironisnya, dalam laporan resmi pertandingan, tidak ada satupun perilaku rasis yang dicatat, menyoroti kekurangan dalam penegakan disiplin di LaLiga.
Vinicius Junior, pemain yang selama ini sering menjadi target serangan rasis, juga terlibat dalam insiden terbaru ini. Terlepas dari upacara penghargaan Ballon d’Or yang akan diterimanya di Paris, teriakan “puto negro” kembali menggema di stadion, menambah daftar panjang serangan intoleran yang telah ia alami.
Keberadaan insiden rasisme di LaLiga bukanlah hal baru. Sejak beberapa tahun terakhir, banyak pemain seperti Diakhaby dan Nico Williams juga mengalami perlakuan serupa.
Real Madrid, dalam langkah cepat ini, mengeluarkan pernyataan tegas yang mengutuk setiap bentuk rasisme dan berkomitmen untuk menyelidiki dan mengidentifikasi pelaku serangan verbal tersebut.
Javier Tebas, Presiden LaLiga, mengakui bahwa situasi ini menuntut perubahan dalam regulasi untuk memastikan bahwa pelaku rasisme tidak diizinkan memasuki stadion.
Baca Lagi: Kengerian di Jabalia: Saksi Mata Atas Penderitaan Warga Gaza
Dalam penandatanganan kesepakatan baru untuk memerangi ujaran kebencian dalam olahraga, Tebas menggarisbawahi dampak negatif yang ditimbulkan oleh insiden-insiden ini terhadap reputasi LaLiga, yang memiliki audiens global hingga 600 juta orang.
Gerakan untuk melawan rasisme di sepak bola Spanyol telah mengambil langkah signifikan, namun masih banyak yang perlu dilakukan. Beberapa klub, seperti Valencia, telah mengambil tindakan tegas dengan mengeluarkan larangan seumur hidup kepada suporter yang terlibat dalam insiden rasisme.
Meskipun tindakan ini penting, aktivis seperti Esteban Ibarra dari Gerakan Melawan Intoleransi berpendapat bahwa lebih banyak perhatian harus diberikan untuk memastikan pelaksanaan undang-undang yang ada serta pembentukan Observatorium Rasisme yang telah lama dituntut.
Rasisme dalam sepak bola bukan hanya fenomena yang terjadi di lapangan, tetapi merupakan isu mendalam yang mencerminkan tantangan sosial yang lebih besar.
Dalam rangka menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan aman, seluruh elemen dalam olahraga perlu bersatu dan mengambil sikap tegas melawan intoleransi. Hanya dengan cara ini, kita bisa berharap untuk melihat perubahan positif dan keadilan di dalam dunia sepak bola.