YOGYAKARTA – Hari Raya Natal semakin dekat, dan kegembiraan perayaan telah terasa sejak awal bulan Desember. Momen ini tidak hanya istimewa bagi umat Kristiani, tetapi juga menjadi kesempatan bagi semua elemen masyarakat Indonesia untuk merayakan keberagaman dan memperkuat semangat toleransi antaragama.
Akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Marturia Yogyakarta, Pdt. Risang Anggoro Elliarso, menjelaska Natal adalah momen penting untuk menyambut kelahiran Kristus, Sang Raja Damai.
Dalam pandangannya, perayaan Natal tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga merupakan waktu untuk merenungkan pentingnya perdamaian, keadilan, dan integritas seluruh ciptaan.
“Perdamaian bukan hanya berarti tidak adanya konflik, tetapi juga meliputi keadilan dan kesejahteraan bagi semua makhluk. Setiap individu harus berkontribusi untuk mewujudkan hal ini,” ujarnya di Yogyakarta, Selasa (24/12/2024).
Ia mengusulkan, satu langkah konkret untuk mengurangi intoleransi adalah melalui peningkatan interaksi antarumat beragama.
Baca Juga: BNPT RI Bersama Komdigi Blokir 180 Ribu Konten Berisi Radikalisme dan Terorisme
“Perjumpaan dan saling mengenal akan membangun kepercayaan. Ketika kita sering berinteraksi, prasangka dan stereotip yang muncul dari ketidaktahuan dapat diminimalisir,” katanya. Dengan demikian, orang yang awalnya dianggap asing dapat menjadi tetangga, teman, hingga saudara.
Dialog yang terbuka dan inklusif dinilai sangat penting dalam membangun hubungan antaragama. Pdt. Risang menambahkan, perayaan bersama antarumat beragama harus jadi ciri khas bangsa Indonesia.
Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah lama hidup dalam keragaman, namun saat ini ada tantangan dalam menjaga tradisi tersebut.
“Seringkali, kita merasa terpaksa untuk merayakan hari keagamaan hanya dengan orang seiman,” kata dia.
Untuk mengatasi masalah ini, Pdt. Risang mengajak masyarakat melakukan re-learning, yaitu mempelajari kembali kearifan lokal yang memperkuat nilai-nilai toleransi.
Ia menekankan bahwa homogenitas tidaklah ideal, semua agama seharusnya dapat merayakan momen-momen pentingnya bersama, menciptakan harmoni dan menghidupkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca Lagi: Geopolitik Suriah dan Dampaknya bagi Indonesia: Mengurai Narasi dan Tantangan
Satu aspek penting yang ditekankan Pdt. Risang adalah moderasi beragama. Meskipun upaya untuk mempromosikan moderasi dan toleransi telah dilakukan, tantangan masih ada. Dialog yang lebih erat antarumat beragama diperlukan untuk menghadapi ancaman radikalisme berbasis agama.
“Dengan meningkatkan interaksi, kita bisa meminimalisir potensi ancaman yang disebabkan oleh radikalisasi,” ungkapnya.
Jelang Natal, Pdt. Risang menyerukan kepada semua masyarakat Indonesia untuk menyambut hari raya ini dengan semangat kerukunan dan kedamaian.
“Suasana damai harus dihadirkan di tengah keberagaman agama dan kepercayaan. Setiap individu memiliki peran dalam menciptakan suasana harmonis,” ujarnya.
Dia menggarisbawahi bahwa keterlibatan seluruh masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi intoleransi beragama.
“Langkah-langkah seperti dialog terbuka, perjumpaan antar umat, dan penguatan nilai-nilai toleransi adalah kunci menuju masyarakat yang harmonis,” pungkasnya.
Dengan mengedepankan kerukunan dan saling menghargai, bangsa Indonesia dapat terus maju sebagai negara yang kaya akan keberagaman, tanpa terjebak dalam konflik sektarian.
Intoleransi bukanlah jalan keluar, sebaliknya, persatuan dalam keberagaman adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.
5 komentar