JAKARTA – Bayangkan, impian memiliki rumah susun (rusun) yang layak bagi warga Jakarta, berubah menjadi skandal korupsi yang mengguncang. Kini, nama mantan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, ikut terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rusun di Cengkareng, Jakarta Barat.
Dunia politik dan hukum kembali dikejutkan dengan pemanggilan Prasetyo Edi Marsudi, seorang politikus berpengalaman yang juga mantan Ketua DPRD DKI Jakarta.
Prasetyo dijadwalkan untuk memberikan keterangan kepada penyidik Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri, pada hari ini, Senin (17/2/2025). Pemeriksaan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan seluas 4,69 hektare untuk pembangunan rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat.
Baca Juga: Ojek Online (Ojol) Tuntut THR: Antara Harapan dan Realita di Tengah Gempuran Digital
Wakil Kepala Kortas Tipikor Polri, Brigjen Arief Adiharsa, mengonfirmasi Prasetyo akan diperiksa sebagai saksi pada pukul 10.00 WIB.
“Sementara belum ada perubahan, menurut hasil komunikasi dengan penyidik, beliau janji akan hadir sekira pukul 10.00,” ujar Arief di Jakarta, Senin (17/2/2025).
Pemanggilan Prasetyo menjadi sorotan publik karena berpotensi mengungkap lebih banyak fakta terkait kasus korupsi yang telah merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Kasus Rusun Cengkareng: Kronologi dan Potensi Kerugian Negara
Kasus korupsi pengadaan lahan di Cengkareng ini berawal dari pengadaan tanah seluas 4,69 hektare oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) DKI Jakarta pada tahun anggaran 2015.
Lahan tersebut direncanakan untuk pembangunan rusun bagi warga Jakarta. Namun, proses pengadaan lahan tersebut diduga sarat dengan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.
Kortas Tipikor Polri terus melakukan penyidikan mendalam terhadap kasus ini. Penyidik berupaya mengungkap semua pihak yang terlibat dalam praktik korupsi tersebut.
Kepala Kortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, mengatakan, pemanggilan Prasetyo sudah dikoordinasikan dengan jaksa penuntut umum (JPU). Nama Prasetyo muncul dalam keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa sebelumnya.
“Karena yang bersangkutan disebutin oleh salah satu yang statusnya masih saksi, terkait dengan masalah proses pengadaan tanah tersebut,” jelas Cahyono.
Penyidik kini berupaya menggali informasi dari Prasetyo untuk menguatkan bukti-bukti dan mengungkap peran pihak-pihak lain yang terlibat.
Potensi kerugian negara dalam kasus ini sangatlah besar. Berdasarkan penyelidikan awal, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp649,89 miliar.
Kerugian ini merupakan dampak dari praktik korupsi dalam pengadaan lahan, yang seharusnya digunakan untuk membangun rusun bagi masyarakat.
Tersangka dan Kendala Penyidikan
Pada tahun 2022, Polri telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini. Kedua tersangka tersebut adalah Sukmana, yang merupakan mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kemudian Rudy Hartono Iskandar, seorang terdakwa dalam kasus korupsi tanah di Munjul, Jakarta Timur.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Keduanya diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait pengadaan lahan untuk rusun Cengkareng.
Penyidikan kasus ini sempat mengalami kendala, salah satunya adalah adanya gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka Rudy Hartono Iskandar.
“Belum tuntas itu, pertama kami terkendala dengan adanya putusan praperadilan. Kasus itu sudah dua kali dipraperadilan,” ujar Irjen Cahyono Wibowo.
Kendala ini menghambat proses penyidikan dan membutuhkan waktu lebih lama untuk mengungkap kebenaran.
1 komentar