Menjaga Keberagaman Indonesia Melalui Prinsip Ahlussunnah Wal Jamaah

Nasional890 Dilihat

MALANG – Keanekaragaman suku dan budaya di Indonesia merupakan salah satu aset terpenting yang dimiliki bangsa ini. Dalam rangka menjaga dan merawat keragaman tersebut, prinsip Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) hadir sebagai sebuah metode berfikir dan beragama yang diyakini mampu menjadi benteng terhadap ancaman ideologi transnasional.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH. Ahmad Fahrur Rozi, mengungkapkan pentingnya kehadiran Aswaja yang mampu merangkul seluruh perbedaan budaya dengan pendekatan yang humanis.

Gus Fahrur, panggilan akrabnya, menyayangkan adanya tuduhan bid’ah yang kerap dialamatkan kepada pemikiran Aswaja. Menurutnya, hal ini mengindikasikan kurangnya pemahaman yang komprehensif tentang Islam.

Ia mendalami lebih dalam bahwa sebagian pihak yang menuduh bid’ah kepada Aswaja adalah orang-orang dengan pengetahuan yang sempit.

“Mereka yang suka menuduh itu karena pengetahuannya yang tidak luas. Seandainya pengetahuannya lebih dalam, mereka pasti tidak akan mudah menyalahkan orang lain,” jelas Gus Fahrur, di Malang, Kamis (16/1/2024).

Baca Juga: Silaturahmi Natal BNPT: Membangun Toleransi di Tengah Keberagaman

Gus Fahrur menekankan bahwa kurangnya pemahaman akan agama moderat dapat memicu sikap ekstrem dalam menafsirkan ajaran Islam.

Kondisi ini membuat segelintir orang mudah melemparkan klaim bid’ah, sesat, hingga menghalalkan kekerasan terhadap kelompok yang dianggap berbeda.

Ia menggambarkan fenomena ini layaknya sekelompok orang buta yang meraba seekor gajah. Setiap orang merasa benar karena mereka hanya meraba satu sisi dari gajah tersebut.

“Ketika dia pegang ekor, dia mendefinisikan gajah itu bentuknya kecil, sementara orang yang meraba perut berkata gajah itu besar, lalu saling menghakimi satu sama lain,” katanya.

Lebih lanjut, Gus Fahrur menjelaskan tentang bulan Rajab, yang sering disalahartikan oleh kelompok radikal sebagai simbol penggugahan semangat kekerasan.

Ia menegaskan, Nabi Muhammad SAW memperbanyak ibadah di bulan ini. “Rasulullah di bulan Rajab melakukan puasa, banyak berdoa, dan bersiap-siap untuk memasuki bulan Ramadan. Kegiatan ini mencontohkan bagaimana umat Islam seharusnya bersikap di bulan mulia ini,” ujarnya.

Gus Fahrur mengajak masyarakat untuk memaknai bulan Rajab sebagai waktu untuk meningkatkan amal ibadah dan mempersiapkan diri menuju bulan Ramadan yang penuh berkah.

“Dengan memperbanyak amalan, kita berharap mendapatkan kebaikan yang mengakar dalam diri kita,” tambahnya.

Menjelang akhir pembicaraannya, Gus Fahrur berharap Ahlussunnah wal Jamaah dapat terus menjadi pengayom spiritualitas umat dan penjaga keragaman di Nusantara.

“Kita berharap masyarakat Indonesia semakin dewasa dalam mencari pengetahuan agama dan lebih terbuka terhadap keberadaan para ulama dan dai yang moderat,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap organisasi-organisasi moderat. “Dengan perlunya keberpihakan lebih dari Pemerintah, diharapkan Islam Aswaja dan arus keagamaan yang moderat akan memiliki ruang yang lebih besar untuk berdakwah secara efektif di ruang publik. Pemerintah memiliki instrumen yang kuat untuk melakukan pencegahan terhadap ideologi transnasional di Indonesia,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6 komentar