JAKARTA – Di tengah hingar bingar kemajuan teknologi dan ekonomi digital, para pengemudi ojek online (ojol) menyuarakan tuntutan krusial, hak untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). Sebuah perjuangan yang tak hanya menyoroti aspek finansial, tetapi juga status dan perlindungan bagi para pahlawan jalanan ini.
Hiruk pikuk aksi unjuk rasa mewarnai halaman depan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Jakarta. Ratusan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai daerah berkumpul, menyuarakan satu tuntutan utama, THR wajib dari perusahaan aplikator.
Aksi ini menjadi puncak dari akumulasi kekecewaan para pengemudi yang telah bekerja keras selama bertahun-tahun tanpa pernah merasakan manisnya THR.
Menurut Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, aksi ini diikuti oleh sekitar 500 hingga 700 pengemudi ojol, taksi online, dan kurir. Mereka menuntut adanya perubahan mendasar dalam sistem kerja dan perlindungan hak-hak pekerja.
Baca Juga: Kim Sae Ron Meninggal Dunia: Perjalanan Singkat Sang Aktris di Tengah Kontroversi
“Aplikator sengaja membiarkan status kita sebagai mitra untuk menghindari kewajiban memberikan hak-hak kepada driver taksi online, ojol, dan kurir,” ujarnya di Jakarta, Senin (17/2/2025).
Aksi ini bukan sekadar tuntutan finansial, tetapi juga perjuangan untuk pengakuan dan perubahan status kerja yang lebih adil.
Para pengemudi ojol merasa eksploitasi karena status kemitraan yang kerap dimanfaatkan oleh perusahaan aplikator untuk menghindari kewajiban-kewajiban ketenagakerjaan, termasuk pemberian THR.
Menanggapi aksi tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli menyampaikan harapannya agar para pengemudi ojol bisa mendapatkan THR.
“Kita berharap begitu (pengemudi ojol dapat THR),” ujarnya.
Namun, Yassierli juga mengingatkan bahwa pemberian THR bagi ojol bukanlah perkara mudah. Ia menekankan perlunya perumusan yang matang karena terkait erat dengan masalah keuangan perusahaan aplikator.
“Ini kan masalah keuangan mereka, harus ada simulasi yang harus dipersiapkan kan?” kata dia.
Kemenaker, lanjut Yassierli, sedang merumuskan formula yang tepat untuk memenuhi aspirasi para pengemudi ojol.
Ia mengklaim telah berkomunikasi dengan perusahaan aplikator ojek online dan yakin perusahaan akan memahami aspirasi para pekerja.
Yassierli berharap proses perumusan ini bisa segera rampung.
Polemik Status Kemitraan: Akar Masalah THR Ojol
Salah satu tantangan utama dalam pemberian THR kepada ojol adalah status mereka sebagai mitra, bukan karyawan. Perusahaan aplikator berdalih bahwa mereka hanya menyediakan platform, sementara pengemudi adalah mitra yang bekerja secara independen.
Status ini memungkinkan perusahaan untuk menghindari kewajiban-kewajiban yang berlaku bagi karyawan, seperti pembayaran THR, asuransi, dan jaminan sosial.
Namun, di sisi lain, pengemudi ojol sangat bergantung pada platform aplikasi untuk mendapatkan penghasilan. Mereka terikat dengan aturan perusahaan, termasuk tarif, jam kerja, dan penilaian kinerja.
Situasi ini menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan, di mana pengemudi memiliki sedikit ruang untuk bernegosiasi dan mendapatkan hak-hak yang setara.
Para pengemudi ojol berpendapat bahwa status kemitraan yang ada saat ini tidak mencerminkan realitas hubungan kerja mereka dengan perusahaan aplikator.
Mereka menuntut adanya perubahan status menjadi karyawan atau setidaknya pengakuan atas hak-hak mereka sebagai pekerja.
Regulasi dan Perlindungan Hukum
Pemerintah memiliki peran krusial dalam menyelesaikan polemik ini. Regulasi yang jelas dan tegas diperlukan untuk melindungi hak-hak pengemudi ojol. Beberapa opsi yang bisa dipertimbangkan antara lain:
- Revisi Peraturan: Merevisi peraturan ketenagakerjaan yang ada untuk mengakomodasi karakteristik unik hubungan kerja antara ojol dan aplikator.
- Kewajiban THR: Mewajibkan perusahaan aplikator untuk memberikan THR kepada pengemudi ojol, dengan mempertimbangkan mekanisme perhitungan yang adil dan proporsional.
- Perlindungan Sosial: Memastikan pengemudi ojol mendapatkan perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja.
Selain regulasi, pengawasan yang ketat juga diperlukan untuk memastikan perusahaan aplikator mematuhi peraturan yang berlaku. Pemerintah perlu memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan yang melanggar hak-hak pekerja.
Masa Depan Ojol: Antara Kesejahteraan dan Tantangan
Perjuangan pengemudi ojol untuk mendapatkan THR adalah cerminan dari tantangan yang lebih besar dalam era ekonomi digital. Perubahan teknologi telah mengubah lanskap ketenagakerjaan, menciptakan model bisnis baru yang belum sepenuhnya diatur oleh hukum.
Masa depan ojol sangat bergantung pada komitmen semua pihak – pemerintah, perusahaan aplikator, dan pengemudi – untuk menciptakan ekosistem yang adil dan berkelanjutan.
Kesejahteraan pengemudi ojol bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga investasi untuk masa depan ekonomi digital Indonesia.
Tuntutan THR bagi pengemudi ojol adalah isu krusial yang harus segera diatasi. Diperlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan aplikator, dan serikat pekerja untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Melalui regulasi yang tepat, pengawasan yang ketat, dan dialog yang konstruktif, diharapkan para pengemudi ojol dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi digital dan mendapatkan hak-hak mereka sebagai pekerja.
5 komentar