BIMA – Mantan narapidana terorisme (napiter), Iskandar alias Abu Qutaibah, memberikan pandangannya mengenai kemenangan Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) di Suriah.
Dalam keterangannya, Iskandar menjelaskan, kemenangan HTS bukanlah kemenangan untuk mujahidin yang mengusung khilafah, melainkan kemenangan bagi seluruh warga Suriah yang beragam.
“Di Suriah, banyak faksi yang juga berjuang untuk kemerdekaan dari rezim Bashar Al-Assad,” kata Iskandar di Bima, Nusa Tenggara Barat, Jumat (20/12/2024).
Iskandar menyoroti fakta bahwa dukungan terhadap HTS tidak hanya datang dari kelompok Islam saja, melainkan juga dari berbagai etnis dan agama di Suriah.
“Bahkan kelompok Kristen Ortodoks pun menjadi korban dari tindakan brutal rezim Assad,” tambahnya.
Baca Juga: Jihad dan Radikalisasi: Menghadapi Ancaman di Balik Narasi Suriah
Ia menekankan bahwa HTS tidak terbentuk secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang yang melibatkan banyak kelompok perjuangan yang ada di Suriah.
Sebagai mantan narapidana yang kini aktif sebagai pembicara dalam pencegahan ekstremisme, Iskandar menyebutkan bahwa HTS terlihat cukup moderat dan bersikap inklusif terhadap agama dan kelompok lain.
Ia menegaskan, tujuan utama HTS adalah untuk menggulingkan kezaliman yang diterapkan oleh pemerintah Assad.
“Dukungan dari masyarakat Suriah muncul karena mereka ingin hidup berdampingan dan membangun kembali negara mereka,” kata dia.
Iskandar juga mengamati bahwa sejumlah negara, termasuk Inggris, Amerika Serikat, Qatar, dan Turki, mulai menjalin hubungan diplomatik dengan pemerintah baru di Suriah.
Namun, ia mengingatkan agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi bangkitnya kelompok ekstremis.
“Mereka bisa saja memanfaatkan kemenangan HTS untuk kembali membangun kekuatan mereka,” katanya.
Sebagai pimpinan Yayasan Cahaya Ukhwah Gemilang di Bima, Iskandar menyerukan pentingnya edukasi dan literasi kepada masyarakat mengenai situasi yang sebenarnya di Suriah.
Baca Lagi: Waspada Ajakan Berjihad ke Suriah
Ia menekankan perlunya forum diskusi dan seminar untuk meluruskan informasi yang beredar di media sosial.
“Banyak masyarakat yang tidak paham dengan kondisi ini dan mudah terpengaruh oleh isu-isu mengenai jihad global dan pembentukan khilafah,” jelasnya.
Pentingnya pemberian informasi yang akurat adalah kunci untuk menghindari pengulangan kesalahan masa lalu. Iskandar menunjukkan rasa prihatin atas banyaknya warga Indonesia yang terjebak di Suriah.
“Ada hampir 600 orang yang kini berada di penjara atau kamp. Mereka menyatakan penyesalan karena memilih untuk pergi ke Suriah,” ujarnya.
Ia mengatakan, narasi tentang hijrah dan khilafah Islam yang pernah marak harus dicegah agar tidak kembali memperdaya masyarakat Indonesia.
Tsindakan untuk memperkuat pemahaman masyarakat tentang ekstremisme dan radikalisasi sangatlah penting. Iskandar mengingatkan bahwa dengan memberikan edukasi yang tepat, masyarakat dapat lebih waspada dan tidak mudah terjerumus ke dalam ideologi yang berbahaya.
Kemenangan HTS di Suriah seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak. Iskandar berharap agar kolaborasi lintas sektoral dapat segera dilakukan untuk menciptakan program-program yang mendidik dan menginformasikan masyarakat tentang isu-isu radikalisasi.
Dengan melakukan pendekatan yang komprehensif, masyarakat diharapkan mampu mengenali dan menentang ideologi ekstremis, serta menerapkan prinsip hidup berdampingan secara harmonis tanpa membedakan latar belakang agama dan etnis.
Melalui upaya ini, Iskandar percaya bahwa generasi mendatang di Indonesia dapat terhindar dari pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh ekstremisme dan ideologi teroris. Kebangkitan pemahaman yang rasional dan inklusif adalah kunci untuk menjaga stabilitas dan keamanan di tanah air.
6 komentar